Revisi Undang-Undang Penyiaran kembali menjadi sorotan tajam dalam diskusi antara Komisi I DPR RI dan para pemangku kepentingan di Jawa Barat. Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Sukamta, menegaskan bahwa revisi ini telah tertunda terlalu lama dan kini harus segera dituntaskan.
“Saya mengalami revisi tiga periode. Sangat lama sekali. Kami berharap kali ini bisa diselesaikan karena industrinya sudah sangat ketinggalan. Undang-undang yang lama itu sudah betul-betul tidak relevan,” ujar Sukamta, Rabu (24/9/2025)
RUU Penyiaran telah resmi masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2026. Menurut Sukamta, ini menjadi momentum penting untuk menghadirkan regulasi yang adaptif terhadap konvergensi media dan tantangan digital.
Sementara itu, Ketua KPID Jawa Barat, Adiyana Slamet, menyebut ruang siber sebagai “medan pertempuran baru” yang menuntut kehadiran negara secara serius. Ia berharap platform digital seperti OTT, VOD, dan ISP masuk dalam pengawasan regulatif yang setara dengan televisi terestrial.
“OTT, VOD, ISP itu hampir mirip dengan TV. Harus ada pengawasan yang adil. Ini bukan soal puas atau tidak puas, ini soal political will negara untuk melindungi warganya di ruang-ruang cyber,” tegas Adiyana.
KPID Jawa Barat menilai bahwa revisi UU Penyiaran bukan sekadar pembaruan teknis, melainkan bentuk tanggung jawab negara dalam menyelamatkan kognisi warga bangsa dari arus informasi yang tak terkendali.
Baik Komisi I DPR RI maupun KPID dan seluruh lembaga penyiaran di Jawa Barat berkomitmen untuk terus mengawal proses revisi hingga RUU Penyiaran disahkan. Adiyana menegaskan bahwa pengawalan ini harus berpijak pada norma-norma demokrasi dan kepentingan publik.
“RUU ini harus dikawal. Jangan sampai bertabrakan dengan nilai-nilai demokratik. Apapun itu,” tutupnya.
sumber: https://rri.co.id/info-parlemen/1853973/ruu-penyiaran-bukti-hadirnya-negara-melindungi-masyarakat
